Langsung ke konten utama

PERUBAHAN DARI TITIK NOL

Abul Miqdad al-Madany

Episode-episode keterpurukan itu nampak sangat jelas. Keterpurukan dalam peradaban, ekonomi, budaya dan kekuatan militer persenjataan seperti menjadi sebuah serial yang terus saja berkelanjutan layaknya sebuah pertunjukan film atau sinetron yang selalu menyediakan episode lanjutan. Banyak yang pesimis dan kecut pada akhirnya. Yah, ummat yang –katanya dan seharusnya- gagah menggantungkan izzahnya kepada Allah Azza wa Jalla itu dibuat kecut, pesimis dan rendah diri akibat terlalu banyak menyaksikan serial keterpurukannya sendiri. Akibatnya mereka menjadi kaku. Tidak mampu berdiri. Apalagi bergerak.

Padahal sesungguhnya, jenis kelemahan yang paling dahsyat adalah bila kita dengan penuh ketidakberdayaan menerima dan bersandar pada realitas. Realitas bahwa kita telah terpuruk. Realitas bahwa kekuatan hizb asy syaithan begitu kuat dalam setiap lini. Sungguh, kelemahan yang satu ini sangat menakutkan. Sebab ketika kita semua menjadi manusia yang pasrah dengan kenyataan lalu tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan episode kekalahan ini, maka kita akan menjadi sekumpulan prajurit dan ksatria yang kalah sebelum perang mengibarkan benderanya. Sebab jiwa kita telah takluk, bertekuk lutut. Sekuat apapun senjata penghancurmu, bila jiwamu terkulai, jangan pernah bermimpi meraih kemenangan.

Jalan perubahan (baca : jalan kemenangan) itu sendiri sesungguhnya telah begitu jelas bagi ummat ini. "Dan sungguh benar-benar Allah pasti akan memenangkan siapa yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah itu Maha kuat lagi Maha berkuasa." (Al Hajj : 40). Seharusnya seorang mu'min tidak boleh kalah dan takluk di depan keputusasaan atau kerendahdirian. Sebab iman yang ia miliki bersumber dari Sang Rabb yang mengingatkannya,"Dan janganlah kalian merasa hina-rendah, dan jangan (pula) kalian bersedih, sebab kalianlah yang tertinggi bila kalian beriman" (Ali Imran : 139).
Hanya saja, ummat ini seharusnya tidak pernah lupa akan satu hal. Bahwa kemenangan dan kebangkitan ummat ini tidak akan lahir dengan sebuah mu'jizat. Sebab ia akan terlahir melalui proses sunnatullah. Yah, sunnatullah itu tidak akan mungkin dilanggar. Sunnatullah yang disebutkan oleh Allah Ta'ala ketika menyatakan, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka." (Ar Ra'd : 11)

Jadi bila engkau bertanya tentang titik awal jalan perubahan dan kemenangan ini, maka jawabnya adalah bahwa ia bermula dari diri kita masing-masing. Adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal –dan sangat disayangkan kesalahan ini diyakini sebagai kebenaran oleh sebagian pelaku pergerakan Islam- bila kita ingin mengubah keadaan tanpa terlebih dahulu melakukan perubahan pada diri para pelaku keadaan itu. Melakukan "pembangunan" ulang dan tarbiyah adalah jalan yang paling tepat untuk mengawali sebuah episode perubahan dan kemenangan. Sebab kunci dasar dari sebuah kebangkitan dan perubahan keadaan ada pada diri manusia. Itulah sebabnya, da'wah Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- sepenuhnya tertuju pada pembinaan (tarbiyah) dan penyucian (tazkiyah). "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang 'ummiy' seorang Rasul, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah)…"(Al Jum'ah : 2)

Manusia dengan segala potensi yang dikaruniakan Allah padanya adalah makhluq yang memiliki kemampuan yang dahsyat untuk membuat sejarah. Itu pula sebabnya mengapa Allah Ta'ala memilih mereka untuk mengemban amanah yang paling berat. Amanah yang telah ditawarkan sebelumnya kepada langit, bumi dan gunung –makhluq yang secara fisik jauh lebih besar dari fisik manusia- lalu mereka semua menolaknya. Manusialah yang kemudian –dengan gagah- menerimanya.
Namun manusia pulalah yang menjelma menjadi sosok makhluq yang sangat kompleks. Itulah sebabnya, siapa saja yang meyakini pentingnya membina pribadi pembangun peradaban dan kejayaan ummat ini harus menyadari betul bahwa jalan tarbiyah dan tazkiyah ini adalah jalan yang panjang. Kesabaranmu harus berlipat. Dan nafasmu harus sangat panjang…
Tapi itulah jalannya. Jangan tergesa-gesa menitinya. Persis seperti saat dimana pada suatu ketika Khabbab ibn Al Art –radhiallahu 'anhu- mengeluh kepada sang Rasul betapa beratnya penindasan kaum musyrik pada mereka dan mempertanyakan mengapa tidak segera meminta pada Allah Ta'ala untuk dimenangkan…Persis seperti jawab sang Rasul yang marah memerah wajahnya,"Sungguh generasi sebelum kalian ada yang disisir kepalanya dengan sisir besi hingga terkoyak dan nampak tulang dari dagingnya, namun itu tak memalingkannya dari agamanya…Lalu diletakkan sebuah gergaji di atas kepalanya, kemudian (kepalanya itu) dibelah hingga menjadi dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya…Sungguh Allah pasti akan menyempurnakan urusan (agama) ini hingga seseorang dapat berkendara dari Shan'a ke Hadhramaut, ia tidak takut kecuali kepada Allah dan serigala yang akan menerkam dombanya…Tapi kalian adalah orang yang tergesa-gesa…" (HR. Bukhari).

Jadi itulah jalannya. Dan jalan itu belum pernah berhenti. Jalan itu tidak terhenti walau engkau telah mendapatkan kursimu. Jalan itu tidak akan berakhir saat orang-orangmu telah diangkat menjadi menteri. Tidak. Sebab jalan ini hanya akan berhenti ketika engkau telah mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluq menuju penghambaan hanya kepada Sang pencipta seluruh makhluq. Jalan itu akan usai pada satu titik. Pada titik Tauhid. (MIZ)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IKHLAS ITU PROSES

Untuk kesekian kalinya, saya membaca ungkapan yang diriwayatkan dari al-Imam al-Daraquthny rahimahuLlah, seorang ulama hadits besar yang salah satu karyanya, al-‘Ilal, menjadi rujukan penting dalam ilmu hadits. Ungkapan itu bagi saya sangat luar biasa. Terutama karena ia menggambarkan sebuah kondisi yang biasa kita alami. Beliau mengatakan: “Dahulu, kami menuntut ilmu ini bukan karena Allah. Namun ternyata ilmu ini enggan kecuali jika ia dituntut karena Allah semata.” Boleh jadi, kita tak pernah menyangka. Seorang imam besar seperti al-Daraquthny ternyata di awal perjalanannya menuntut ilmu agama mengakui bahwa ia pun didera oleh ketidakikhlasan. Setiap saat selalu ada bisikan jiwa bahwa engkau belajar agar kelak engkau disebut sebagai “al-Imam”, “al-Muhaddits”, “al-Faqih”, “al-‘Allamah”, dan sebutan-sebutan penghormatan lainnya. Di saat-saat seperti itu, biasanya terjadilah sebuah tumbukan keras: antara bisikan ketidakikhlasan dengan tuntutan ilmu yang selama ini kita pelajari; bah...

HANYA SATU NYAWA

Generasi Salaf adalah generasi yang luar biasa. Dunia ini tak akan pernah lagi merasakan dan menyaksikan sebuah generasi seperti itu. Hanya sekali saja. Benar, hanya sekali saja ia ditakdirkan menjadi panggung kehidupan sekaligus saksi sejarah untuk sebuah generasi bernama al-Salaf al-Shaleh itu. Sebagaimana ungkapan para ulama, generasi ini dengan manhaj yang menjadi jalan serta pegangan hidupnya telah menyatukan 3 sifat yang tak mungkin terpisahkan satu dengan lainnya. Manhaj Salaf itu a’lam, ahkam dan aslam. Manhaj Salaf itu a’lam atau paling sesuai dan penuh dengan ilmu , karena seluruh ilmu Islam berasal dari mata air Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengalir melalui anak-anak sungai para Salaf. Jangan pernah mengatakan engkau lebih tahu dari mereka tentang agama ini. Manhaj Salaf itu ahkam atau paling penuh hikmah, karena hikmah hanya akan lahir dan mengalir dari mata air ilmu yang shahih. Hikmah yang sesungguhnya adalah hikmah yang mengalir dari al-Qur’an dan al...

SAJAK KERINDUAN

Muhammad Ihsan Zainuddin : jiwaku, karena ia tlah letih pada dunia Teringat pada Sang Nabi, hari ini Bila engkau syahadah, semburat darahmu adalah kemuliaan Titik-titik hitammu akan terampuni seketika Bidadari bermata jeli tersenyum di pintu surga menyambutmu dalam rindu sepenuh zaman Pada Allah, syafaat mu akan menebarkan ampunan pada orang-orang terkasihmu Dan di sana , Segala kepenatanmu kan usai seketika, tiada jejak Jika kaki lemah ini menjejak kali pertama pada jannah tiada lagi sedih dan hidup yang lelah benar-benar tiada, sungguh-sungguh usai dan aku merindukannya… Duh, dunia ini melelahkanku Tuhan, anugrahkan kesabaran tak kunjung selesai pada jiwa yang letih ini izinkan ia untuk tetap sujud hingga usai masanya hanya padaMu, dalam samudra tanpa batas nikmatMu dan kelak, jika titikku tiba di penghujung karuniakan syahadah itu padaku. Duh, jangan hijabi aku untuk tidur panjang di pelata...