Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2008

SAJAK KERINDUAN

Muhammad Ihsan Zainuddin : jiwaku, karena ia tlah letih pada dunia Teringat pada Sang Nabi, hari ini Bila engkau syahadah, semburat darahmu adalah kemuliaan Titik-titik hitammu akan terampuni seketika Bidadari bermata jeli tersenyum di pintu surga menyambutmu dalam rindu sepenuh zaman Pada Allah, syafaat mu akan menebarkan ampunan pada orang-orang terkasihmu Dan di sana , Segala kepenatanmu kan usai seketika, tiada jejak Jika kaki lemah ini menjejak kali pertama pada jannah tiada lagi sedih dan hidup yang lelah benar-benar tiada, sungguh-sungguh usai dan aku merindukannya… Duh, dunia ini melelahkanku Tuhan, anugrahkan kesabaran tak kunjung selesai pada jiwa yang letih ini izinkan ia untuk tetap sujud hingga usai masanya hanya padaMu, dalam samudra tanpa batas nikmatMu dan kelak, jika titikku tiba di penghujung karuniakan syahadah itu padaku. Duh, jangan hijabi aku untuk tidur panjang di pelata

SAJAK CINTA PADA NABI

Sajak Cinta Untuk Sang Nabi Muhammad Ihsan Zainuddin Aku membuka lembar demi lembar sejarah Tak terhitung jumlah lembar itu Tapi kisah tentang Tuan-lah yang paling semerbak Aku letih menatap huruf-huruf tua sejarah Tapi ia sirna seketika kutatap keagungan Tuan Tuan, engkau sungguh membuat kami rindu redam Pesonamu menghunjam cinta tak terkira Kini, dan hingga nanti Aku akan berdiri di sini Berbaris berjejal bersama kafilah para pecintamu “Kupinta menyertaimu di surga,” ucap kami Persis ucap Sang Al-Aslamy suatu ketika di hadapmu Tapi maafkan kami, Tuan Kami pecinta yang payah Seringkali kami lemah tuk buktikan cinta itu Hanya hunjamannya sudah tak terkirakan Kerinduannya adalah kobar nyala api Terlalu panas hingga membakar jiwa Bakarannya begitu nikmat, hingga kami terbuai Tuan, kelak jika kita berjumpa Pintakan syafaat untuk pecinta yang letih ini Ajak kami melihat Wajah Rabb yang utusmu dengan cinta. Cipinang Muara, 27 Maret 20

TENTUKANLAH TUJUAN HIDUPMU !

Bacalah kenyataan yang menyedihkan ini. Sebenarnya ia adalah makhluq yang beruntung. Tidak semua makhluq ciptaan Allah seperti ia. Penciptaannya sempurna. Fisiknya dilengkapi dengan akal untuk berfikir. Ia juga dikaruniakan sebuah hati dan jiwa. Hidupnya dilengkapi dan disempurnakan dengan ditundukkannya makhluq lain untuk berkhidmat padanya. Yah, ia sebenarnya ditakdirkan menjadi makhluq yang paling terhormat. Dan tidak hanya itu, setelah Allah memberikannya fithrah yang lurus, Allah Ta'ala bahkan mendukungnya dengan kedatangan para Nabi dan Rasul disetiap zaman. Dan mereka tidak datang sendiri. Di genggaman mereka ada petunjuk Tuhan. Apalagi jika engkau berbicara tentang sayyid mereka, Muhammad Rasulullah saw. Duh, risalah yang dibawanya tidak tertandingi. Namun –sekali lagi, bacalah kenyataan yang menyedihkan ini-, makhluq yang satu ini masih saja terombang-ambing oleh dirinya sendiri. Ia seperti tak pernah mengerti benar mengapa ia hidup. Dan engkau pasti sudah paham siapa makh

Sang Pembangun…Seharusnya adalah ‘Abid yang Khusyu’

Muhammad Ihsan Zainuddin Membaca sejarah akan mengantar kita pada satu poin penting. Yaitu bahwa para ulama rasikhun dan du’at mushlihun adalah sosok-sosok pembangun kejayaan ummat dari waktu ke waktu. Dan kepribadian para pembangun itu seperti menyatu pada sebuah karakter yang khas: mereka lebih banyak melewati waktu mereka dengan jejak-jejak penghambaan dan taqarrub kepada Allah, larut dalam men dzikir -Nya, meminta pada-Nya, serta menunjukkan betapa faqir nya diri mereka pada-Nya. Dan, mereka tak terhalangi untuk melakukan itu semua oleh amanah ilmu dan da’wah yang mereka emban, apalagi larut dalam kelalaian dunia yang menipu. Bacalah satu persatu halaman sejarah para Mursalin –shalawat dan salam Allah semoga tercurah untuk mereka-, para mujaddid dan pejuang rabbani yang telah membangun keagungan ummat Tauhid sepanjang usia kemanusiaan yang panjang ini…Lembar-lembar sejarah itu akan menjadi bukti paling nyata bahwa mereka –para pembangun itu- sesungguhnya di saat yang sa

“UNTUK APA KITA HIDUP?”;

SEBUAH TANYA YANG LALAI UNTUK SELALU KITA JAWAB Sahabatku di jalan Allah… Bukalah lembar-lembar sejarah peradaban kita yang penuh cahaya. Di sana ada banyak hikmah yang mengagumkan. Tapi yang terpenting –setidaknya menurut hamba Allah yang lemah ini- adalah kecerdasan mereka menjawab “untuk apa kita hidup?” Perjalanan kita sudah sejauh ini. Mungkin jarak antara kita dengan alam barzakh tidak lagi sejauh jarak yang telah kita tempuh di hari-hari yang lalu. Hm, sudah sejauh ini. Berhentilah sejenak –meski harusnya tidak cukup hanya sejenak-. Tanyakanlah pertanyaan ini pada hatimu saat engkau sendiri, “Untuk apa kita hidup?” Manusia-manusia agung seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, Al-Hasan Al-Bashri, Ahmad ibn Hanbal, -dan sebutlah nama-nama lainnya dengan bibirmu-. Menurutmu apa yang melebihkan mereka dari diri kita? Sekali lagi, menurutku karena mereka sangat cerdas menjawab pertanyaan ini dengan amal mereka. Hanya itu. Sahabatku dalam perjuangan… Suatu ketika, aku diizinkan oleh Alla

KARENA SETIAP ORANG MENYIMPAN SETITIK KEBAIKAN DALAM JIWANYA

Muhammad Ihsan Zainuddin Tidak semua manusia dipilih oleh Allah untuk kembali ke jalan yang lurus dan mengenal manhaj yang benar. Maka saat Allah menuntun hidup kita untuk berjalan, berbuat, bekerja, berpikir, dan berbicara sesuai dengan manhaj salaf yang shalih; itu berarti ada nikmat yang tak terkira besarnya yang harus kita syukuri. Yah, karena –sadar atau tidak- sebenarnya kita telah menjadi pilihan-pilihan Allah di bumi. Di saat banyak saudara-saudari muslim kita yang sadar untuk memperjuangkan Islam dengan manhaj apa saja, kita disadarkan oleh Allah bahwa “Generasi akhir ummat ini tidak akan menjadi generasi yang shaleh dan jaya kecuali dengan jalan yang ditempuh oleh generasi awalnya” ( La yashluhu akhiru hadzihil ummah illa bima shaluha bihi awwaluha ). Dampaknya, kita merasakan ke izzah an yang luar biasa dahsyatnya dalam diri kita. Kita bangga berpenampilan sebagai salah seorang ikhwan. Kita merasa mulia saat mewujud sebagai salah satu bagian dari komunitas akhawat. Sa

KITA BERHAJAT PADA ILMU

Prof. DR. Nashir bin Sulaiman Al-Umar (Diterjemahkan dari tulisan beliau, Hajatuna lil-‘Ilm yang dimuat dalam www.almoslim.net, 22-12-1426 H. Alih bahasa: Abul MIqdad al-Madany Muhammad Ihsan Zainuddin) Sesungguhnya hajat kita pada ilmu tidak lebih sedikit dari hajat kita pada makanan dan minuman. Sebab hanya dengan ilmu-lah kehidupan spiritual (agama) dan materil (dunia) kita akan tertegakkan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salla m bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk mendapatkan kebaikan, maka Ia akan membuatnya paham terhadap agamanya.” Para penjajah tidak menguasai negri-negri kaum muslimin kecuali karena beberapa faktor, dan yang terpenting diantaranya adalah kejahilan dan kebodohan kaum muslimin. Tersebarnya pemahaman dan pemikiran yang merusak tidak lain disebabkan kosongnya akal fikiran mereka dari pemahaman yang benar. Satu hal yang sangat menyedihkan adalah kebodohan terhadap Islam itu justru tersebar di kalangan para pengemban misi kebaikan di berbagai negr

Sekali Lagi, Jangan Tergesa-gesa

Betapa seringnya, kita, para penempuh jalan dakwah yang mulia ini menjadi resah sendiri. Di banyak tempat, kita sering menyaksikan fenomena ketidaksabaran dalam menjalani dan melewati aral, onak, dan duri dalam kisah kemuliaan dakwah ini. Suatu saat, kita mendengar dan menyaksikan para pemuda Islam melakukan penghancuran dan pengrusakan atas nama jihad. Di kali yang lain, kita melihat ketidaksabaran itu mewujud dalam berbagai vonis-vonis kesesatan dan pengkafiran yang begitu mudah terucapkan atau tertuliskan. Dan di waktu yang lain, ketergesaan itu diwujudkan dalam bentuk kepercayaan diri yang berlebihan untuk memasuki dunia politik praktis; seolah itu menjadi sebuah jaminan (baca: satu-satunya jalan) untuk mewujudkan Islam dengan seluruh perangkat komprehensifnya. Marilah kita berbincang sedikit tentang mereka yang sibuk dengan politik praktis. Di sebuah negri antah berantah, sejumlah pemuda Islam yang sebelumnya tersibukkan dengan tarbiyah tiba-tiba mewujud menjadi sebuah partai poli

Hari Ini, Sudahkah Anda Berdoa?

Dalam seluruh kisah hidup kita, kita adalah sekumpulan hamba yang lemah dan fakir. Kita lemah, karena kita seringkali tidak mengerti apa yang terbaik untuk hidup kita. Bersyukurlah Allah mengutus para Rasul membawa panduan ilahi untuk menunjukkan jalan keselamatan itu. Meski demikian, kita toh lebih sering tidak mengerti (atau tidak mau mengerti) bahwa yang terbaik untuk hidup kita adalah menjalankan seluruh panduan ilahi itu. Buktinya, di tengah petunjuk dan panduan ilahi yang jelas itu, kita lebih sering mengikuti dorongan nafsu yang keji. Kita lemah, karena kita tidak tahu bagaimana jadinya jika Allah Ta’ala melepaskan seluruh nikmat yang selama ini ia berikan kepada kita. Jika saja Allah mencabut nikmat kesehatan dan kesadaran berpikir dari diri ini. Jika saja Allah mencabut satu per satu fungsi tubuh kita. Jika saja Allah mencabut satu demi satu nikmat-nikmat penunjang kehidupan ini: udara, cahaya, air, dan yang lainnya. Dan yang sungguh mengerikan, seperti apa hidup ini jika saja

PERUBAHAN DARI TITIK NOL

Abul Miqdad al-Madany Episode-episode keterpurukan itu nampak sangat jelas. Keterpurukan dalam peradaban, ekonomi, budaya dan kekuatan militer persenjataan seperti menjadi sebuah serial yang terus saja berkelanjutan layaknya sebuah pertunjukan film atau sinetron yang selalu menyediakan episode lanjutan. Banyak yang pesimis dan kecut pada akhirnya. Yah, ummat yang –katanya dan seharusnya- gagah menggantungkan izzahnya kepada Allah Azza wa Jalla itu dibuat kecut, pesimis dan rendah diri akibat terlalu banyak menyaksikan serial keterpurukannya sendiri. Akibatnya mereka menjadi kaku. Tidak mampu berdiri. Apalagi bergerak. Padahal sesungguhnya, jenis kelemahan yang paling dahsyat adalah bila kita dengan penuh ketidakberdayaan menerima dan bersandar pada realitas. Realitas bahwa kita telah terpuruk. Realitas bahwa kekuatan hizb asy syaithan begitu kuat dalam setiap lini. Sungguh, kelemahan yang satu ini sangat menakutkan. Sebab ketika kita semua menjadi manusia yang pasrah dengan kenyataan l

BUKU MEMBAWA PETAKA

Muhammad Ihsan Zainuddin Sekarang ini, selebritis pun berlomba-lomba untuk menjadi penggemar buku dan menunjukkan pada publik, “Wow, aku pun seorang kutu buku!” Apakah kegemaran pada buku telah menjadi semacam komoditas pengangkat gengsi manusia modern? Nampaknya itulah yang sedang terjadi. Orang-orang kemudian lebih merasa cool jika –disamping mewujud sebagai pribadi yang cosmo- juga tampil sebagai sosok ‘pemamah’ buku. Salahkah ini? Tidak juga. Setidaknya sebagai sebuah awal mereguk aneka manfaat yang tersimpan dalam lembar-lembar setiap buku. Sekali lagi, sebagai sebuah langkah awal. Dan itu berarti bahwa seharusnya para pecinta buku harus memikirkan: what the next? Saya sendiri terus merenungkan itu. Hingga di suatu pagi, saya membuka-buka salah satu karya dai semilyar umat, Syaikh DR. Aidh Al-Qarny –yang melejit melalui La Tahzan-nya yang fenomenal- yang berjudul Hakadza Haddatsana Az-Zaman. Tepat di halaman 12 edisi asli buku itu, ia menuliskan sebuah tulisan pendek yang diberi

LAUTAN ILMU BERNAMA BIN BAZ

Belajar dari Kemuliaan dan Kelapangan Dada Sang Imam DR. Yusuf Al-Qaradhawy Hari ini, ummat Islam kembali mengucapkan selamat jalan kepada salah satu tokoh cemerlangnya, salah satu bintangnya yang bercahaya di langit ilmu, Sang ‘allamah Jazirah Arabia, Syekh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, yang merupakan salah satu gunung ilmu, lautan fiqih, imam pembawa petunjuk, lisan penyampai Tauhid, tiang penopang agama dan pilar sandaran ummat. Betapa panjangnya kisah pencerahan ilmunya untuk kaum muslimin di kawasan Jazirah Arabia dan di seluruh belahan dunia, baik melalui perjumpaan langsung dengannya atau sekadar percakapan lisan; melalui buku, surat, telpon, radio, tulisan di surat kabar, dan juga rekaman pita kaset. Syekh ini telah melewati perjalanan usianya yang mubarak itu melalui jalan ilmu dan agama. Ia mengajar, membimbing, memberi jawaban dan fatwa, menyampaikan nasehat, menyerukan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dengan penuh hikmah yang mendalam, kelembutan dan landasan yang j

Kita Harus Berubah!

Apakah ada yang statis dalam perputaran alam semesta ini? Apakah ada yang tidak berubah dalam pentas dunia? Dan lebih dalam lagi, apakah ada yang tidak berubah dalam catatan diri kita yang lemah ini? Jawabnya: tidak, semuanya pasti berubah. Di alam raya ini, semua makhluk mengalami perubahan. Menjadi lebih besar, lebih baik, lebih kecil, lebih buruk, lebih kuat atau lebih lemah dari sebelumnya…Artinya, di alam semesta ini tidak satu pun yang berada dalam posisi yang “itu-itu saja”. Pasti berubah. Dan perubahan itu mengarah kepada 2 arah saja pada dasarnya: menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Ini mungkin sedikit mengoreksi pandangan yang umum kita ketahui dan yakini tentang “Tipe manusia dalam perubahan”. Jika Anda ditanya tentang “Tipe manusia dalam perubahan”, maka jawaban yang umum diberikan adalah: manusia itu ada tiga jenis; (a) yang hari ini lebih baik dari kemarin, (b) yang hari ini sama saja dengan kemarin, dan (c) yang hari ini lebih buruk dari kemarin. Prinsipnya me